Latest News

Showing posts with label Renungan Harian. Show all posts
Showing posts with label Renungan Harian. Show all posts

Sunday, 30 June 2013

Renungan Harian: Tak Lagi Letih

Ia menyegarkan jiwaku.
Mazmur 23:3 

Tak perlu menunggu ia mengatakannya. Dari sorot matanya kita tahu bahwa ia letih. Bahunya terkulai. Langkahnya juga tak pasti. Kegetiran hidup mengurasnya. Kekecewaan membayanginya. Beban dan tekanan hidup yang berat menindihnya. Letih.

Kawanan domba juga kenal dengan istilah letih. Menempuh perjalanan yang jauh bisa menjadi penyebabnya. Tapi gembala punya cara sendiri untuk memulihkan kawanan domba itu, ia membawa ke sebuah sungai yang berair tenang dan membiarkan kawanan domba itu merasakan segarnya air yang mengalir.

Ia tahu keletihan kita. Ia tahu kita tak bisa menahan beban yang menindih lebih lama lagi. Itu sebabnya Sang Gembala berkata lembut, "Marilah datang kepadaKu,

semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu." Kata-kata yang menyegarkan jiwa. Seperti air segar yang mengguyur. Hanya masalahnya apakah kita mau datang kepada Gembala yang baik? Ataukah sebaliknya kita terlalu sombong dan memilih mengeraskan hati? Tak cukup datang, tapi juga mau mempercayakan beban kita kepadaNya. Sayangnya, beberapa orang memilih terus menanggung beban keletihan itu. Seperti seseorang yang telah menempuh perjalanan jauh dan ketika memutuskan untuk berhenti, ia beristirahat dengan tas ransel berat yang terus dipikulnya! Bukankah ini sangat konyol sekaligus bodoh?

Letakan beban kita di bawah kakiNya. Lepaskan diri dari beban yang selama ini menindih. Biarkan Ia menyegarkan jiwa kita yang letih.

Sumber: http://www.renungan-spirit.com

Monday, 10 June 2013

Renungan Harian Semut

Bacaan: Amsal 6:6-11
Nats: Amsal 6:6
 

"Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikan lakunya dan jadilah bijak."


Semut termasuk binatang yang kecil dan lemah. Namun yang unik adalah melihat kenyataan bahwa semut termasuk salah satu binatang yang survive di tengah seleksi alam yang terus terjadi. Tak hanya itu, semut juga memiliki cara kerja yang sangat hebat, hingga Salomo sampai pebisnis modern menganjurkan agar kita belajar dari semut. Apa yang bisa kita pelajari dari semut?
  1. Semut adalah binatang yang sangat rajin. Kita tidak akan pernah melihat semut yang bengong sendirian. Kalau ada semut yang tidak bergerak, bisa dipastikan itu adalah semut mati. Semut adalah binatang yang rajin dan selalu bergerak ke sana ke mari untuk bekerja. Tak heran kalau semut tak pernah mati kelaparan. Apakah kita juga bekerja dengan rajin seperti semut?
  2. Semut adalah binatang yang tak pernah menyerah. Tak kenal menyerah adalah sifat khas semut. Kalau tidak percaya, lakukanlah percobaan ini. Tangkaplah seekor semut, lalu cobalah untuk meletakkan sesuatu untuk merintangi langkahnya. Saat melihat jalan di depannya ada hambatan, semua tidak akan duduk termenung, meratapi nasib yang malang dan pulang dengan rasa kecewa. Semut akan berusaha dengan segala cara untuk melewati hambatan itu. Bisa lewat atas, lewat bawah, lewat jalan memutar, bahkan kalau perlu bersama dengan semut-semut yang lain akan memindahkan rintangan tersebut!
  3. Semut adalah binatang yang mandiri dan bertanggung jawab atas diri sendiri. Amsal 6:7 menulis, biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya, atau penguasanya... Meski tidak ada yang mengawasi, semut akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Bukankah kita yang hanya bekerja kalau diawasi atasan atau bos harusnya malu melihat kenyataan ini?
  4. Semut adalah tim yang luar biasa. Mereka sangat ahli dalam menyampaikan informasi, sehingga tak perlu heran kalau dimana ada satu makanan, ribuan semut tiba-tiba sudah mengerumuninya. Semut punya tim yang hebat, sehingga dengan kerja sama yang baik, mereka bahkan bisa mengangkat makanan yang beratnya berkali lipat dari berat badannya. Adakah kita bisa belajar dari semut tentang membangun tim yang sukses? � Kwik Ambilah sedikit waktu untuk memperhatikan aktivitas semut dengan lebih detail lagi.
Sumber: http://www.renungan-spirit.com

    Thursday, 9 May 2013

    Renungan Harian: Berserah Pada Tuhan

    Bacaan: Efesus 5:18-19
    Nats: Efesus 5:18

    Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,

    Seorang anak kecil bertanya pada ayahnya,"Papa, seberapa besar sih Tuhan itu?" Ayahnya dengan bijaksana menjawab,"Tergantung seberapa besar kamu menyediakan tempat untuk-Nya, nak." Yup, bener banget! Seberapa besar peranan Allah dalam hidup kita memang sangat tergantung pada seberapa besar kita memberi-Nya bagian untuk berperan. 

    Apakah kuasa Roh Kudus besar ato kecil sangat tergantung pada tempat yang kita sediakan untuk-Nya. Kuasa Roh Kudus bisa bekerja amat dahsyat ketika kita mempersilakan Roh Kudus menguasai kehidupan kita sepenuhnya. Tapi kuasa Roh Kudus juga bisa nampak kecil bahkan seolah-olah nggak ada, kalau kita nggak memberi-Nya tempat untuk berperan dalam hidup kita. 

    Tapi sayangnya memberi wewenang kepada Roh Kudus untuk berkuasa atas hidup ini ternyata nggak mudah. Kita lebih suka mengatur apa-apa sendiri, mengikuti selera, mood, kehendak dan pikiran kita sendiri. Padahal seluruh keinginan kita selalu ingin menjauh dari Allah dan tenggelam dalam dosa. Sementara, kalo kita harus nurutin kata Roh Kudus, seringkali susah karena harus berkorban untuk taat. Saat hati sedang marah dan jengkel, kita harus menguasai diri untuk nggak menyakiti apalagi membalas dendam. Saat kita pengennya nurutin hawa nafsu, tapi harus belajar untuk mengendalikan hawa nafsu dan kesukaan kita. 

    Seandainya kita mau hidup dikuasai sepenuhnya oleh Roh Kudus, tentu hidup kita jadi berubah. Hidup ini akan jadi sangat indah. Kerajaan Allah hadir dalam kehidupan kita dan pekerjaan Tuhan dinyatakan melalui hidup kita. Masalahnya, apakah kita mau memberikan tempat bagi Roh Kudus dalam hidup kita? Tuhan ingin kita dipenuhi Roh Kudus-Nya setiap hari. Maukah kamu memberi-Nya tempat dalam hidupmu mulai hari ini?

    Sumber: http://www.renungan-spirit.com

    Thursday, 18 April 2013

    Renungan Harian : Budaya Beribadah

    Bacaan: Matius 15:1-20
    Nats: Matius 15:2

    "Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan."

    Makan itu ada budayanya sendiri. Tiap daerah memiliki budaya yang berbeda. Pergilah ke daratan Cina, Anda harus bersiap-siap menggunakan sumpit sebagai ganti sendok dan jangan kaget atau merasa aneh kalau mereka yang duduk semeja dengan Anda bersendawa dengan bebasnya. Budaya Latin juga berbeda, kalau Anda menghabiskan semua makanan di piring Anda tanpa sisa, itu sama saja memberitahukan kepada tuan rumah bahwa Anda masih lapar. Di Italia, para bangsawan selalu meletakkan pisau dan garpu bersilang setelah selesai makan. Budaya Yahudi berbeda lagi. Ada aturan mutlak yang harus mereka patuhi soal makan, yaitu membasuh tangan lebih dulu sebelum makan.

    Suatu ketika murid-murid Yesus mengindahkan tata cara makan ala Yahudi ini. Akibatnya, Yesus ditegur habis-habisan oleh orang-orang Farisi dan ahli taurat hanya karena para murid tidak membasuh tangan lebih dulu sebelum makan. Jawaban Yesus sungguh bijak menanggapi pertanyaan Farisi, bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.

    Saya mau beritahu, tapi jangan kaget. Kita seringkali bertindak seperti para Farisi dan ahli taurat itu. Kekristenan tak lebih dari sekedar tata cara dan aturan, bukan kehidupan. Kening kita mengkerut dan tidak suka kalau tata cara beribadah yang dilakukan tidak seperti aturan baku dalam gereja kita. Kita lebih memusingkan soal bertepuk tangan atau tidak. Kita lebih memusingkan antara memakai musik lengkap ataukah hanya menggunakan organ tua. Bagi yang biasa beribadah dengan tenang akan marah kalau suasana ibadah meriah dan hiruk pikuk. Bagi yang biasa beribadah dengan meriah akan mengecam kalau ibadah itu tidak ada urapan, seandainya dilakukan dengan cara yang tenang.

    Kekristenan lebih penting hanya dari sekedar tata cara atau budaya saja. Kekristenan bukan hanya sekedar ritual belaka, tapi sungguh merupakan kehidupan nyata. Jadi, bagaimanapun beraneka ragam budaya saat beribadah itu tak terlalu penting, tak perlu dipusingkan, apalagi dipeributkan. Tuhan kita adalah Tuhan diatas segala budaya. Jadi, apakah kita akan memegahkan diri kalau merasa bahwa tata cara ibadah kita lah yang paling berkenan di hadapan Tuhan?

    Lebih fokus kepada gaya hidup kita sebagai orang Kristen daripada ritual yang kita lakukan.

    Sumber: http://www.renungan-spirit.com

    Tuesday, 26 March 2013

    Renungan Harian : Kuasa Kasih

    Nats : I Tesalonika 3:12 

    kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih... 


    Hal-hal paling baik dan paling indah di dunia ini tidak bisa dilihat dengan mata, atau disentuh ... tetapi dirasakan dengan hati.

    Anda mungkin pernah membaca kata mutiara yang sangat menyentuh hati tersebut. Hanya mungkin Anda tidak pernah tahu sebelumnya bahwa pengarang kata mutiara tersebut adalah Helen Keller, seorang wanita yang buta tuli sejak berusia 19 bulan. Karena cacat itulah Helen bertumbuh menjadi anak yang susah diatur. Dia tidak bisa melihat dan tidak bisa mendengar suara apapun. Dia tak bisa berkomunikasi dengan dunia sekitarnya. 

    Rasanya hampir mustahil untuk membuat Helen bisa berkomunikasi karena ia buta sekaligus tuli. Adalah seorang Anne Sullivan yang penuh dengan kasih mencoba mengajari Helen untuk bisa berkomunikasi. Anne mengajari Helen untuk membaca gerakan tangannya di atas telapan tangan Helen. Setelah sekian lama tanpa hasil, akhirnya Helen bisa mengerti juga dengan apa yang dimaksud Anne lewat sentuhannya di atas telapak tangannya. Semenjak itu kemampuan belajarnya jauh di atas orang normal meski ia buta dan tuli. Sampai hari ini kita mengenal Helen Keller sebagai seorang pembicara yang luar biasa, menjadi berkat bagi banyak orang dan jasanya terus dikenang sampai sekarang. 

    Meski namanya jarang dibicarakan, saya sangat salut dengan Anne Sullivan. Mengajari orang buta- tuli bukan hal yang mudah, dan rasanya juga mustahil. Namun karena ia didorong oleh kasih, maka tak ada kata menyerah atau putus asa, bahkan akhirnya hal yang tidak mungkin pun menjadi mungkin! Kasih lah yang pada akhirnya mengubah kehidupan seseorang.

    Kasih membuat perilaku suami berubah, bukan omelan. Kasih membuat pernikahan yang tawar menjadi manis, bukan kemewahan yang kita berikan. Kasih membuat anak-anak kita menjadi taat, bukan hadiah-hadiah yang kita berikan. Ada kuasa di dalam kasih. Kasih akan mengubah. Kasih akan memulihkan. Kasih akan memperbarui. Kasih akan membuat yang tak mungkin menjadi mungkin. Itu sebabnya anugerah terbesar adalah ketika kita menerima kasih dan perbuatan terbesar adalah ketika kita membagikan kasih.

    Ijinkan kasih bekerja dan memerintah kehidupan kita.

    Sumber: http://www.renungan-spirit.com/artikel-rohani/kuasa_kasih.html

    Monday, 4 March 2013

    Renungan Harian: Menghitung Berkat

    "mulutku akan menceritakan keadilan-Mu dan keselamatan yang dari pada-Mu sepanjang hari, sebab aku tidak dapat menghitungnya."
    Mazmur 71:15


    Iseng saja, pernahkah Anda berpikir berapa lama waktu yang diperlukan untuk menghitung satu sampai satu triliun? Anggap saja tiap satuan diperlukan waktu satu detik, maka diperlukan waktu 1 triliun detik, atau sama dengan 16,67 milyar menit, atau sama dengan 277,78 juta jam, atau sama dengan 11,57 juta hari, atau sama dengan 31.709,79 tahun!

    Bagaimana dengan berkat Tuhan yang kita terima? Sangat banyak, bahkan tak terhitung. Pertanyaannya, sudahkah kita menghitung setiap berkat tersebut? Meski Tuhan tidak pernah menuntut kita menghitung dan menyebutkan berkat yang kita terima satu per satu, seharusnya muncul kesadaran dalam diri kita untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Setiap berkat yang kita terima harusnya membuat kita semakin dekat dan intim dengan Tuhan, karena kita akan selalu mengucap syukur kepada-Nya. 

    Sayangnya yang terjadi tidak selalu seperti itu. Banyak orang Kristen tidak mengawali hari untuk bersekutu dengan Tuhan dan kembali mengakhiri hari tersebut dengan bersekutu dengan Tuhan, meski dalam sepanjang hari itu Tuhan sudah memberkati, menjagai, melindungi, dan melimpahkan anugerah-Nya kepada kita. Ironis, bukan? Lebih ironis lagi karena kita sering mengajari anak kita untuk selalu mengucapkan terima kasih atas setiap pemberian yang diterimanya, namun kita sendiri tidak pernah berterima kasih atas berkat-berkat-Nya. 

    Seandainya kita mau menghitung setiap berkat yang kita terima, tentu kita akan selalu ingat kepada Dia yang menganugerahi kita dengan berkat-berkat itu. Hitunglah berkat-Nya, maka akan selalu ada ucapan syukur yang melimpah. Hitunglah berkat-Nya, maka hati kita tidak akan melekat dengan berkat tersebut, tapi akan melekat kepada Dia yang memberikan berkat tersebut. Awali hari dan akhiri hari dengan menghitung berkat-Nya dan bersekutu dengan-Nya.

    Sumber: www.renungan-spirit.com

    Wednesday, 6 February 2013

    Renungan Harian : Jujur

    Bacaan: Yunus 1:1-17
    Nats: Yunus 1:12
    "Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu."

    Sangat sedikit manusia yang dengan jujur berani mengakui kesalahannya. Daripada bersikap jujur, banyak manusia lebih suka berkelit dan memakai seribu satu macam dalih dan alasan demi pembenaran diri. Bahkan tak segan-segan mereka mengorbankan orang lain untuk dijadikan kambing hitam. Dia yang berbuat kesalahan tapi orang lain lah yang harus menanggung akibatnya. 

    Kita menyalahkan lingkungan kerja yang kurang baik, padahal itu hanya untuk menutupi kesalahan yang kita lakukan. Kita menyalahkan orang tua untuk kegagalan kita. Kita menyalahkan gereja karena iman kita lemah. Kita menyalahkan Tuhan atas dosa yang kita perbuat. Aneh memang, tapi itulah yang terjadi! Padahal seharusnya jika iman kita lemah, itu adalah tanggung jawab kita sendiri, bukan tanggung jawab gereja. Atau jika kita jatuh ke dalam dosa, itu adalah masalah kita bukannya kita menyalahkan Tuhan karena Ia membiarkan kita melakukan dosa itu.

    Aksi pembenaran diri dan saling melemparkan kesalahan sebenarnya sudah ada sejak dulu. Manusia pertama yang memulainya. Bukannya mengakui kesalahannya, Adam justru menyalahkan Hawa sebagai biang kerok bahkan ia juga menyalahkan Tuhan atas insiden ini, seolah-olah Tuhan dipersalahkan karena menempatkan Hawa di sisinya. Gantian Hawa menyalahkan si ular yang menggodanya. 

    Meski Yunus lari dari panggilan Tuhan, saya masih melihat ada sikap positif dari Yunus yang bisa kita tiru, kejujurannya dalam mengaku kesalahan. Saat badai menggoncangkan kapal yang ditumpanginya, ia mengakui dengan jujur bahwa semuanya ini terjadi karena kesalahan yang ia buat. Yunus tidak menyalahkan alam yang tak bisa diajak kompromi. Yunus tak menyalahkan nahkoda yang tak becus mengemudikan kapal.Yunus tak menyalahkan Tuhan sebagai pengatur alam. Yunus tak mengelak dan mengkambinghitamkan orang lain untuk menutupi kesalahannya. Mungkin karena kejujurannya inilah Yunus diberi kesempatan oleh Tuhan hidup saat berada di perut ikan selama tiga hari. 

    Apa reaksi yang kita buat saat melakukan kesalahan? Akankah kita bersikap jujur untuk mengakui kesalahan itu dan melakukan perbaikan diri, ataukah kita lebih suka berkelit, berdalih, mencari alasan dan menyalahkan orang lain?

    Jika hari Anda melakukan kesalahan, akuilah dan katakanlah dengan jujur.

    Sumber : http://www.renungan-spirit.com

    Wednesday, 2 January 2013

    Renungan Harian : Best Friend Forever

    Bacaan: Ibrani 13:5
    Nats: Ibrani 13:5

    "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."


    Aaahhh... akhirnya aku lulus juga! Sekarang dibelakang namaku sudah tercantum embel-embel sarjana. Fotoku mengenakan toga dengan wajah tersenyum manis dipasang di ruang keluarga. Betapa senengnya udah lulus �n menyelesaikan kuliah dengan tuntas. But, setelah sebulan, dua bulan, tiga bulan berlalu... mulai deh muncul rasa kangen ama sohib-sohib yang dulu. Terbayang masa-masa bisa cekikikan di dalam kelas meski dipelototin ama Pak Dosen. Ngeceng di kantin, jalan-jalan ama geng yang kompak abis, dst. But, now I feel so lonely... hiks. :( Kerjaan blom dapet, temen-temen segeng udah pada jalan sendiri-sendiri, berpencar ke berbagai kota, ada juga yang langsung merit. Sekarang rasanya berjuang seorang diri. Enggak ada sohib yang biasanya nemenin kita kemana-mana. 

    Girls, apakah kamu sedang mengalami masa transisi dari kampus ke dunia kerja? Kamu enggak sendirian kok. Banyak orang-orang lain juga mengalami hal yang sama. Enggak perlu stress dan bete ngadepinnya. Meski kita seolah kehilangan sebagian besar temen kita yang dulu, tapi percayalah bahwa ada satu temen yang setia abis nemenin kita kemanapun dan kapanpun. His name is Jesus. 

    Seiring berjalannya waktu, kadang-kadang teman datang dan pergi dari kehidupan kita. Mereka mungkin enggak bisa selalu ada buat kita. But, enggak perlu sedih mulu donk! Kalo kita ngerasa lonely, sadarkah kita bahwa Tuhan Yesus sedih banget ngeliat kita. Dia selalu ada di samping kita (bahkan di dalam kita!), tapi kita seakan mengabaikan-Nya. Kita enggak pernah curhat dengan-Nya. Kita lebih suka kirim SMS ke temen (meski kadang mereka terlalu sibuk untuk membalasnya), or menelpon sohib malem-malem pas kita lagi bete, daripada kita mengindahkan kehadiran-Nya, duduk mengobrol dengan-Nya, tertawa dan menangis dalam hadirat-Nya. Girls, jangan pernah mengira kita sendiri. Kalau pun teman lamamu pergi, teman barumu akan segera datang, tapi Yesuslah Sahabatmu sepanjang masa.

    Friday, 14 December 2012

    Renungan Harian : In Charge

    Bacaan: Efesus 5:18-19
    Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh.

    Seorang anak kecil bertanya pada ayahnya,"Papa, seberapa besar sih Tuhan itu?" Ayahnya dengan bijaksana menjawab,"Tergantung seberapa besar kamu menyediakan tempat untuk-Nya, nak." Yup, bener banget! Seberapa besar peranan Allah dalam hidup kita memang sangat tergantung pada seberapa besar kita memberi-Nya bagian untuk berperan. 

    Apakah kuasa Roh Kudus besar ato kecil sangat tergantung pada tempat yang kita sediakan untuk-Nya. Kuasa Roh Kudus bisa bekerja amat dahsyat ketika kita mempersilakan Roh Kudus menguasai kehidupan kita sepenuhnya. Tapi kuasa Roh Kudus juga bisa nampak kecil bahkan seolah-olah nggak ada, kalau kita nggak memberi-Nya tempat untuk berperan dalam hidup kita. 

    Tapi sayangnya memberi wewenang kepada Roh Kudus untuk berkuasa atas hidup ini ternyata nggak mudah. Kita lebih suka mengatur apa-apa sendiri, mengikuti selera, mood, kehendak dan pikiran kita sendiri. Padahal seluruh keinginan kita selalu ingin menjauh dari Allah dan tenggelam dalam dosa. Sementara, kalo kita harus nurutin kata Roh Kudus, seringkali susah karena harus berkorban untuk taat. Saat hati sedang marah dan jengkel, kita harus menguasai diri untuk nggak menyakiti apalagi membalas dendam. Saat kita pengennya nurutin hawa nafsu, tapi harus belajar untuk mengendalikan hawa nafsu dan kesukaan kita. 

    Seandainya kita mau hidup dikuasai sepenuhnya oleh Roh Kudus, tentu hidup kita jadi berubah. Hidup ini akan jadi sangat indah. Kerajaan Allah hadir dalam kehidupan kita dan pekerjaan Tuhan dinyatakan melalui hidup kita. Masalahnya, apakah kita mau memberikan tempat bagi Roh Kudus dalam hidup kita? Tuhan ingin kita dipenuhi Roh Kudus-Nya setiap hari. Maukah kamu memberi-Nya tempat dalam hidupmu mulai hari ini?

    Sumber : http://www.renungan-spirit.com/

    Monday, 10 December 2012

    Renungan Harian : Lihatlah dengan Mata Hati

    Bacaan : Lukas 10:25-37
    Nats : Lukas 10:33
    Ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.

    Bencnaa dmei bnecana memnipa bagnsa ini, dari becnana aalm sapmai bnecana kemnausiaan. Pnederiatan mugnkin betrambah aikbat hialngnya kepeakan ktia terahdap seasma aikbat hialngnya kepeakan ktia terahdap seasma.

    Jika mata kita mampu menangkap makna dari kesemrawutan kata-kata, seharusnya mata batin kita, dalam situasi apapun, tetap peka untuk melihat dan merasakan derita sesama. Hilangnya kepekaan pada sesama adalah bencana terbesar bangsa.

    Seperti halnya Anda, ketika pertama kali membaca iklan layanan tersebut saya berpikir apakah si pembuat iklan salah tulis. Namun pada akhirnya saya tahu bahwa kesemerawutan kata yang disengaja tersebut hanya untuk menunjukkan bahwa mata batin kita harusnya juga peka, sepeka mata jasmani kita saat melihat kesemerawutan. 

    Sesungguhnya kadangkala mata batin kita tumpul, tidak peka atau bahkan sudah mati rasa, meski mata jasmani kita melihat penderitaan, bencana, kesusahan, kesulitan bahkan ketidakadilan yang dialami oleh sesama kita. Jujur saja, saya sangat tertemplak dengan iklan layanan tersebut. Tuhan berbicara lewat iklan kepada saya secara pribadi! Saya belum berbuat banyak terhadap sesama yang sedang hidup dalam penderitaan.

    Meski sudah menjadi orang Kristen, tetap saja kita menjadi manusia-manusia egois yang hanya peka dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan diri kita sendiri. Jangankan untuk masyarakat umum yang lebih luas, kadangkala dengan saudara seiman sendiri yang selalu duduk bersama-sama, kita juga tak cukup peduli. Selama kita beres-beres saja, kita tak akan ambil pusing dengan yang lain. 

    Bukankah sejak ribuan tahun yang lalu Yesus telah mencoba mencelikkan mata batin kita dengan cerita klasik, perumpamaan orang Samaria yang murah hati? Apakah hati kita sudah sedemikian menebal hingga kehilangan sensitivitasnya? Apakah keegoisan memang sudah membutakan mata batin kita? Apakah artinya kasih yang kita gembar-gemborkan, tapi pada hakikatnya itu semua hanya kamuflase belaka? Saya menulis renungan ini dengan hati yang bertobat dan berdoa kepada Tuhan agar Ia terus mencelikkan mata batin saya.

    Buka mata hati untuk peka dengan penderitaan sesama kita.

    Sumber : http://www.renungan-spirit.com

    Tuesday, 4 December 2012

    Renungan Harian : Bukan Permainan

    Bacaan : Efesus 5:15
    Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif.

    Bagi anak-anak muda yang memuja kemerdekaan, mereka punya slogan bahwa hidup ini hanyalah sebuah permainan. Life is a game, so play it! Apakah bener hidup kita ini cuma sebuah permainan? Kalo hidup ini sekedar permainan, berarti kita bole- bole aja kebut-kebutan di jalan, bermain-main dengan taruhan nyawa kita, mengisi hidup dengan kesenangan-kesenangan diri sendiri. Bukankah hidup ini hanya sekedar permainan yang perlu dimainkan dan dinikmati? 

    But, in fact hidup ini bukanlah sebuah permainan. Kita enggak bisa mempermainkan hidup kita seenak diri sendiri karena kita harus mempertanggung-jawabkan setiap hal yang kita lakukan selama kita menghirup oksigen di bumi ini. Setiap detik yang kita lewatkan harus diperhitungkan di hadapan tahta Allah. Bagaimana bisa kita memperlakukan hidup ini sebagai sebuah permainan? 

    Girls, mentang-mentang masih muda, kita kadangkala mengira bahwa hidup kita boleh �diboroskan� untuk hal-hal yang kita anggap enggak akan bisa lagi kita lakukan di masa tua kelak. Hidup berhura-hura dalam kesenangan duniawi, gonta- ganti pacar mumpung masih remaja, nyobain hal-hal negatif (misalnya rokok, minuman keras, or even drugs!) yang padahal kita udah ketahui bahwa itu merupakan hal buruk dan merusak. Kita ngejalanin hidup sebagai sebuah permainan yang kita kira bisa kita hentikan suatu saat nanti - ketika kita udah dewasa �n enggak bisa main-main lagi. Padahal, siapakah yang bisa tau umur manusia? Kita enggak bakalan tau apakah kelak kita masih punya kesempatan untuk �hidup serius� �n bener-bener. Bukankah itu hal yang aneh? Seharusnya kita menjalani hidup ini dengan sungguh-sungguh serius karena kita enggak akan pernah tau kapan hidup kita berakhir. Mungkin hari ini, mungkin taon depan, mungkin ketika kita udah keriput nanti, who knows? Jadi, pastikan hidup kita bukan sebuah permainan!

    Sumber : http://www.renungan-spirit.com

    Thursday, 29 November 2012

    Renungan Harian : Mengubah Mara

    Bacaan : Keluaran 15:22-27
    Nats : Keluaran 15:25
    Musa melemparkan kayu itu ke dalam air, lalu air itu menjadi manis.

    Tak jarang kita harus menghadapi keadaan terbalik. Kita berharap hal yang baik terjadi, tapi yang hal buruk yang justru muncul. Kita berharap impian kita

    segera terwujud, tapi kenyataan berkata beda. Kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Dengan situasi seperti itu, begitu mudahnya bagi kita untuk mengalami kekecewaan.
    Hal yang sama terjadi dalam kehidupan bangsa Israel saat mereka melakukan perjalanan menuju tanah perjanjian. Mereka harus melalui padang gurun, medan

    yang sangat berat untuk dilalui. Pada siang hari suhu bisa mencapi 40 derajat tapi pada malam hari suhu bisa mendekati 0 derajat! Selain itu mereka dihadapkan

    dengan kenyataan bahwa sudah tiga hari mereka berjalan di padang gurun tapi toh mereka tidak menemukan air. Kalaupun mereka menemukan mata air di Mara, ternyata air itu pahit dan tak bisa diminum. Mereka pun kecewa!

    Demikian juga kita sering mengalami kekecewaan. Usaha kita bangkrut. Anak kita bermasalah. Dokter menyebutkan satu penyakit yang menakutkan. Rumah tangga kita bermasalah. Kita kehilangan pekerjaan. Semuanya itu memang hal-hal yang sangat mengecewakan, namun bagaimanapun juga kita harus berani bersikap positif saat menghadapi kekecewaan. Jika tidak, maka kita akan seperti bangsa Israel yang protes, marah-marah, bahkan berniat untuk memberontak kepada Tuhan dan Musa. 

    Bersikap positif saat mengalami kekecewaan adalah solusi terbaik. Mempercayai bahwa pertolongan Tuhan akan tiba tepat pada waktunya. Memiliki keyakinan yang kuat bahwa Ia tidak pernah meninggalkan kita sendiri. Memiliki iman bahwa penyertaan-Nya selalu ada saat kita harus berjalan dalam masa-masa kekelaman. Di atas semuanya itu, mempercayai janji Tuhan bahwa air Mara yang pahit bisa diubah Tuhan menjadi manis. Demikian juga masa-masa pahit yang kita alami sekarang ini bisa diubah menjadi masa yang indah.

    Tak ada yang terlalu sulit bagi Tuhan untuk mengubah �Mara� kita menjadi keindahan.

    Monday, 26 November 2012

    Renungan Harian : Bukan Musuh

    Bacaan: Mazmur 4:1-9
    Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku. Di dalam kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku.-

    Jika saja kita punya sudut pandang yang benar atas setiap masalah yang sedang kita hadapi, tentu kita tak perlu takut, apalagi menjadi alergi dengan masalah. Masalah bukanlah musuh, masalah adalah sahabat. Jika manusia tidak pernah mengenal masalah, saya tak yakin apakah manusia bisa jadi lebih ulet, lebih maju, lebih kreatif dan menjadi lebih baik seperti sekarang ini. Justru karena manusia selalu berhadapan dengan masalah, maka manusia tak lagi statis tapi dinamis, tak lagi pasif tapi aktif, tak lagi konservatif tapi kreatif, tak lagi mandeg tapi terus maju. 

    Who Moved My Cheese, tulisan Spencer Johnson menceritakan tentang dua tikus dan dua kurcaci dalam sebuah labirin yang terdapat keju. Saat keju-keju itu dipindahkan tentu ini jadi masalah besar bagi mereka. Dua kurcaci menjadi marah, frustasi dan stress. Sebaliknya, dua ekor tikus bisa menyikapi masalah dengan cara yang tepat. Masalah tak membuatnya merenungi nasib yang malang, namun justru membuatnya keluar dan mulai mengadakan penyusuran di labirin. Sampai akhirnya penyusuran itu menghantarkan mereka ke sebuah pojok labirin yang penuh dengan keju, bahkan jauh lebih banyak daripada yang dulu. Keju yang dipindahkan adalah masalah tapi itu telah menghantarkan mereka ke tempat keju yang lebih banyak lagi!

    Demikian juga banyak tokoh-tokoh Alkitab menjadi luar biasa bukan karena keadaan yang biasa-biasa. Mereka menghadapi masalah besar, namun berhasil meresponinya dengan tepat. Seringkali masalah yang kita anggap sebagai musuh sebenarnya adalah pintu menuju kesuksesan. Jika kita memiliki keberanian untuk menghadapi masalah itu dan berusaha untuk membukanya, maka kesuksesan besar sudah menanti. Sebaliknya kalau jiwa kita terlalu kerdil untuk berhadapan dengan masalah itu, maka jalan kesuksesan yang lebih besar juga tak pernah terbuka, tak heran kalau kehidupan kita ya begitu-begitu saja. Padahal seharusnya kehidupan kita terus bergerak maju dan menjadi lebih baik lagi, seperti kata George Knox, "Kalau Anda tidak lagi menjadi lebih baik, Anda tidak lagi baik."

    Masalah yang kita anggap sebagai musuh sebenarnya adalah pintu menuju kesuksesan. 

    Sumber : http://www.renungan-spirit.com

    Wednesday, 21 November 2012

    Renungan Harian : Memandang Muka

    Bacaan : Yakobus 2:1-13
    Nats : Yakobus 2:9a
    Tetapi, jika kamu memandang muka, kamu berbuat dosa.

    Seorang wanita gelandangan bernama Clemente diperkosa beramai-ramai oleh tiga pemuda berandalan di Puerto Rico. Tepatnya pada perayaan malam pergantian tahun 2006. Yang memprihatinkan, meski banyak orang yang melihat kejadian itu, tidak satupun dari antara mereka yang mau menolongnya. Tangis dan jerit Clemente tak juga menyentuh belas kasihan mereka. Justru kejadian itu menjadi tontonan live bagi mereka.

    Sikap apatis memang sudah menjadi karakteristik manusia di akhir jaman ini. Alkitab berkata bahwa kasih banyak orang akan menjadi dingin digantikan dengan cinta akan diri sendiri. Selain apatis, tentu saja hal yang membuat mereka urung menolong Clemente adalah karena wanita malang ini tak lebih dari gelandangan saja! Jika saja Clemente adalah wanita dari keluarga terhormat, kaya, atau terkenal, mungkin kisah hidupnya akan berbeda. 

    Kita sudah terbiasa memandang muka. Memandang seseorang dari warna kulit atau rasnya, kekayaannya, popularitasnya, potensinya atau bahkan dari keyakinan yang dianutnya. Kita akan melihat merek apa yang menempel pada bajunya? Kita akan memperhatikan seperti apa kendaraannya? Kita akan mempersoalkan dimana kawasan tempat tinggalnya? Pemandangan yang sama juga terjadi di gereja Tuhan. Sejujurnya bukankah mereka yang kaya, yang berpotensi, yang memiliki jabatan penting akan lebih diprioritaskan dibandingkan dengan yang lain? 

    Jangan memandang muka, jika melakukannya maka kita akan berdosa. Mari belajar dari Yesus. Ia peduli dengan pelacur. Ia mau berkunjung kepada preman pemungut cukai macam Zakheus. Ia menyembuhkan pengemis yang lumpuh. Ia mencelikkan Bartimeus, orang pinggiran. Bahkan Ia juga peduli dengan orang gila sekalipun. Sungguh, Yesus tidak memandang muka. Jika Guru kita saja tidak memandang muka, masakan kita sebagai murid masih membeda-bedakan?

    Kita diciptakan dalam kesamaan, mengapa kita memandangnya dalam keberbedaan?

    Sumber : http://www.renungan-spirit.com

    Sunday, 18 November 2012

    Renungan Harian : Kekuatan Tuhan Pada Jaring Laba.

    Bacaan : 1 Korintus 1:25
    Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.

    Pada saat Perang Dunia ke 2, ada seorang tentara Amerika yang terpisah dari unitnya di sebuah pulau di Pasifik. Karena pertempuran sangat gencar penuh asap dan tembakan, dia terpisah dari rekan-rekannya. 

    Sementara dia sendirian di dalam hutan, dia mendengar tentara musuh mulai mendekati tempat persembunyiannya. Berusaha untuk bersembunyi, dia mulai naik ke sebuah bukit dan menemukan beberapa gua di sana. Secara cepat dia merangkak masuk ke dalam salah satu gua. Dia merasa aman untuk sementara, namun dia menyadari jika tentara musuh melihatnya merayap ke atas bukit, mereka pasti akan segera memeriksa semua gua dan membunuhnya. 

    Dalam gua itu, dia mulai berdoa kepada Tuhan,� Tuhan, jika ini kehendak-Mu, tolong lindungi aku. Apapun yang terjadi, aku tetap mencintai-Mu dan mempercayai-Mu. Amin.� 

    Setelah berdoa, dia bertiarap dan mulai mendengar tentara musuh mulai mendekatinya. Dia mulai berpikir,�Baiklah, aku kira Tuhan tidak akan menolongku dari situasi ini.� Kemudian dia melihat seekor laba-laba mulai membangun jaring di depan gua persembunyiannya. Sementara dia mengawasi dan mendengar tentara musuh yang sedang mencarinya, lala-laba itu terus membentangkan benang-benang jaring di pintu masuk gua. 

     Dia terkejut dan berpikir,� Yang aku butuhkan sekarang adalah sebuah tembok pertahanan, mengapa Tuhan malah memberi sebuah jaring laba-laba. Pasti Tuhan sedang bercanda.�Dari kegelapan gua, dia melihat musuh mulai mendekat dan memeriksa setiap gua. Dia bersiap-siap untuk melakukan perlawanan terakhirnya, namun ada yang membuatnya heran karena tentara musuh hanya melihat sekilas ke arah gua persembunyiannya setelah itu mereka pergi begitu saja. 

     Tiba-tiba dia menyadari bahwa ternyata jaring laba-laba yang ada di pintu gua telah membuat gua itu terlihat seperti belum ada seseorang yang memasukinya. Karena kejadian itu, dia berdoa dan minta ampun kepada Tuhan karena sudah meragukan pertolongan Tuhan.� Tuhan, ampunilah aku. Aku lupa bahwa di dalam Engkau, jaring laba-laba menjadi lebih kuat dari dinding beton.� 

     Dalam hidup ini pun kita sering menganggap bahwa Tuhan harus menyediakan hal yang besar dan dasyat untuk menolong hidup kita. Tetapi kita sering lupa bahwa di dalam Tuhan hal yang kecil dan remeh bisa dipakai untuk menolong kita.

    Sumber : http://renunganhidup.com

    Tuesday, 13 November 2012

    Renungan Harian : Tidak Ditentukan Orang Lain

    Bacaan: Lukas 6:35a
    Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka.


    Dua orang sahabat sedang menghampiri kios koran dan membeli beberapa koran serta majalah. Adanya pembelian harusnya membuat penjual koran tersebut senang. Tapi yang terjadi tidaklah demikian. Dia melayani dengan buruk, tidak sopan, dan dengan muka cemberut. Orang pertama jelas jengkel menerima layanan yang buruk seperti itu. Yang mengherankan, orang kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan kepada penjual tersebut. Orang pertama bertanya kepada sahabatnya, �Mengapa kamu bersikap sopan kepada penjual menyebalkan itu?� Sahabatnya menjawab, �Mengapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak?�

    Yes! Itulah pointnya! Jangan pernah biarkan orang lain menentukan cara kita bertindak seandainya orang tersebut sedang melakukan hal yang buruk kepada kita. Sayangnya, sering kali kita tidak berbuat demikian. Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain kepada kita. Kalau mereka melakukan hal yang buruk, kita akan membalasnya dengan hal yang lebih buruk lagi. Kalau mereka tidak sopan, kita akan lebih tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit terhadap kita, kita yang semula pemurah tiba-tiba jadinya sedemikian pelit kalau harus berurusan dengan orang tersebut.

    Harus saya akui, kadang kala saya gagal juga dalam hal ini, khususnya saat saya berkendara. Saat ada mobil lain menyerobot jalan dengan seenaknya, saya tiba-tiba jadi jengkel dan berusaha membalasnya dengan gantian menyerobot jalannya. Tindakan saya dipengaruhi oleh tindakan orang lain terhadap saya. Di sisi lain, saya bisa berbuat sedemikian baik, santun, dan luar biasa terhadap orang yang juga melakukan hal yang sama kepada saya. Saat saya merenung-renung tentang hal ini, saya jadi malu sendiri. Mengapa tindakan saya harus dipengaruhi oleh orang lain? Mengapa untuk berbuat baik saja, saya harus menunggu diperlakukan dengan baik oleh orang lain dulu? Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga punya �penyakit� seperti saya? Jaga suasana hati, jangan biarkan sikap buruk orang lain kepada kita menentukan cara kita bertindak.

    Sumber : http://www.renungan-spirit.com

    Friday, 9 November 2012

    Renungan Harian : Mereka Bisa Jika Dipercaya

    Bacaan: I Timotius 4:11-16
    Nats: I Timotius 4:12a
    Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda.


    Saya acungi jempol untuk anak muda ini. Prestasi yang mengagumkan dan luar biasa. Ingin tahu bagaimana seorang anak SMA menjalankan tugas sebagai seorang wali kota? Tengoklah ke Hillsdale, Michigan. Sejak akhir November 2005, Michael Sessions yang baru berusia 18 tahun secara resmi menjadi walikota. Kemenangannya di pilihan wali kota ini menjadi berita fenomenal hingga USA Today sampai BBC News meliputnya. Lebih hebat lagi, dana kampanyenya juga hanya 700 dollar AS atau sekitar 7 juta rupiah. Sessions akan bekerja sebagai wali kota sepulangnya dari belajar di sekolah. Hebat, bukan? 

    Ketika membaca berita ini, saya langsung terpikir satu ayat, �Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.� Surat yang ditulis Paulus kepada Timotius ini digenapi dalam kehidupan Michael Sessions.

    Jujur saja, sebagai anak muda kita terlalu sering diremehkan. Dicap sebagai orang yang miskin pengalaman, belum tahu banyak, belum mencicipi pahitnya kehidupan dan sudah menjadi stereotipe bahwa anak muda hanya bisa berhura-hura saja. Dengan pandangan umum seperti ini, rasanya sangat mustahil bagi kita untuk mencapai prestasi yang mengagumkan di usia muda kita. Kiranya semua pandangan umum ini tidak mematikan semangat kita, sebaliknya marilah kita mengimani apa yang pernah ditulis oleh Paulus kepada Timotius itu juga digenapi dalam kehidupan kita. Saya sangat berharap bahwa kisah walikota termuda di dunia ini dibaca oleh seorang anak muda untuk membangkitkan semangat mereka.

    Lebih bersyukur lagi jika saya sedang berhadapan dengan pembaca yang sudah dewasa. Kiranya tulisan ini bisa membuka wawasan kita bahwa seorang anak muda bisa saja dipakai Tuhan dengan luar biasa, sekaligus menunjukkan prestasi yang mengagumkan. Itu sebabnya jangan buru-buru meremehkan anak kita. Jangan buru-buru menghakimi bahwa anak kita yang masih sangat muda tak akan bisa berbuat apa-apa. Sungguh bijak kalau kita mau menuntun dan membimbing mereka, serta memberi kesempatan kepada mereka untuk mencapai potensi diri yang maksimal. Percayalah, mereka bisa seandainya dipercaya.
    Yakinlah bahwa Tuhan bisa memakai seorang anak muda dengan luar biasa.

    Sumber : http://www.renungan-spirit.com

    Sunday, 4 November 2012

    Renungan Harian : Antara Keinginan dan Kebutuhan

    Bacaan : Ulangan 29:1-6
    Nats: Ulangan 29:5
    ...pakaianmu tidak menjadi rusak di tubuhmu, dan kasutmu tidak menjadi rusak di kakimu.
     
    Setiap manusia memiliki banyak keinginan. Anda memiliki keinginan. Saya juga manusia dengan banyak keinginan. Saya ingin rumah yang mewah ala eropa. Saya ingin mobil yang lux, yang suka mencuri perhatian banyak orang. Saya ingin memiliki deposito yang lebih dari cukup. Saya ingin memiliki lima kartu kredit sekaligus, untuk membuat dompet semakin tebal saja. Saya ingin ini itu. Berbicara tentang keinginan, rasanya tidak akan pernah ada habisnya.

    Saya berdoa untuk semua keinginan saya, dan saya melihat betapa bijaknya Tuhan. Ia tidak memenuhi keinginan saya. Lupakan rumah mewah, mobil keren, deposito yang menggunung dan semuanya. Bukan tipe Tuhan untuk memenuhi semua hal yang kita inginkan. Mengapa? Karena ada kalanya keinginan kita justru menjadi jerat bagi diri kita sendiri pada akhirnya. Kita menjadi sombong. Merasa diri hebat. Lupa diri, lupa daratan. Bukankah itu sikap yang justru akan menghancurkan diri kita sendiri?

    Benar, Ia tidak selalu memenuhi keinginan kita, tapi yang pasti, Ia selalu mencukupi kebutuhan kita. Ia buktikan itu kepada bangsa Israel saat mereka berada di padang gurun selama 40 tahun. Ia tidak selalu memberikan apa yang bangsa Israel inginkan, tetapi Ia selalu menyediakan apa yang mereka butuhkan. Bangsa Israel butuh makan, maka Tuhan mengirim manna dan burung puyuh selama 40 tahun tanpa berhenti! Bangsa Israel butuh pakaian dan kasut, maka Tuhan membuat pakaian dan kasut mereka tidak robek dan bisa terus dipakai selama puluhan tahun.

    Ada perbedaan mendasar antara keinginan dan kebutuhan. Sebagai orang tua yang memiliki anak, kita sering berurusan dengan keinginan anak yang tak ada habisnya. Sebagai orang tua bijak, apakah kita akan selalu memenuhi semua keinginan anak hanya untuk menunjukkan kasih sayang kita? Tentu saja tidak bukan? Tapi yang pasti kita akan selalu tahu apa yang menjadi kebutuhannya dan kita akan selalu mencukupinya. Kebenaran inilah yang membuat iman saya terus terpaut kepada Tuhan saat harus melewati masa-masa �padang gurun�. Saat menghadapi masa-masa sulit itulah saya merasakan betapa Tuhan selalu memelihara, mencukupi, menolong dan melakukan yang terbaik buat saya. Benar, tidak semua keinginan saya terpenuhi, tapi bersyukur karena semua kebutuhan saya dicukupinya.

    Tak selalu Ia memenuhi apa yang kita inginkan, tapi Ia selalu mencukupi apa yang kita butuhkan.

    Thursday, 1 November 2012

    Renungan Harian : Simbol Keindahan

    Bacaan : 1 Timotius 2 : 9-15

    Apabila RUU Anti pornografi dan porno aksi jadi disahkan, banyak orang mengancam akan protes khususnya para aktivis perempuan. Banyak wanita merasa dilecehkan oleh perencanaan undang-undang itu. Soalnya, memang undang-undang itu seakan menempatkan wanita sebagai obyek seksual. So, apa pendapat Alkitab tentang wanita? Harus diakui beberapa ayat dalam Alkitab juga seolah menempatkan wanita sebagai obyek seductive yang harus dijauhi oleh para pria. Wanita seolah adalah gambaran dosa yang mengundang kejatuhan. 

    Girls, Tuhan memang menciptakan wanita dengan keindahan khusus. Ada sesuatu yang menarik tentang wanita sehingga memberi nilai keindahan. Perhatikan saja cover majalah pria maupun wanita tetap menggunakan model wanita. Bukankah seharusnya cover majalah pria itu wanita, dan cover majalan wanita ya pria - supaya seimbang. Tapi ternyata tidak. Gambar wanita dinilai lebih indah dan selalu lebih menarik untuk pembaca pria maupun wanita. Ini membuktikan bahwa wanita memang diberi karunia khusus soal keindahan yang menarik.

    Lalu, kenapa Alkitab sering memakai perempuan sebagai lambang godaan dosa (khususnya dosa seksual?). Masih ingat kan tentang kejatuhan manusia pertama kali? Adam tergoda makan buah pengetahuan karena Hawa! That�s the fact. Wanita punya pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Meski Adam pemimpinnya, tapi Hawa bisa mempengaruhinya berbuat dosa. Menyadari kenyataan ini, sudah seharusnya sebagai wanita kita memahami gambar diri kita. Potensi dan karunia keindahan yang Tuhan berikan kepada kita memang bisa disalahgunakan menjadi jerat dosa, namun bisa menjadi alat untuk memuliakan nama-Nya.
    Banyak gadis cantik rela jadi bintang film porno demi uang. Tidak sedikit juga wanita sengaja menjual keindahan tubuhnya demi popularitas or memakai kecantikannya untuk morotin cowok tajir. Tapi lihatlah teladan wanita-wanita cantik yang bisa menggunakan pesonanya untuk membuat dunia menjadi lebih baik. Teladanilah kecantikan budi Bunda Teresa, keindahan hati Florence Nightingale, atau keteguhan doa Hana. Wanita-wanita cantik bisa menggunakan pesona dan keindahannya untuk mencerahkan dunia. Jadi, tepiskan anggapan bahwa kecantikan kita adalah pengaruh negatif. Mari kita buktikan bahwa kecantikan hati kita bisa menjadi berkat bagi banyak orang.

    Thursday, 25 October 2012

    Renungan Harian : Pengalaman Buruk

    Bacaan : Kejadian 45:1-8
    Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.


    Permulaan yang buruk tidak menentukan masa depan yang buruk. Bila kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan, Dia dapat mengubah pengalaman masa lalu yang buruk menjadi sesuatu yang indah.

    Lee Ezell dibesarkan oleh orang tua yang alkoholik di Philadelphia. Ketika ia remaja, ia menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya. Tetapi tak lama kemudian, tragedi datang dalam hidupnya. Ia diperkosa secara brutal, dan akibatnya, ia mengandung. Ia bingung apa yang harus dilakukan. Beberapa teman menganjurkannya untuk aborsi, tetapi sebagai seorang Kristen ia memilih untuk melahirkan anaknya dan menyerahkannya untuk diadopsi.

    Lee akhirnya menikah dengan Hal Ezell. Lee tidak dapat mempunyai anak lagi akibat pemerkosaan yang brutal itu. Ia lalu mengadopsi 2 orang anak. Bertahun-tahun kemudian, ia menerima telepon dari seseorang yang bernama Julie. Julie telah bertahun-tahun mencari Lee, ibu kandungnya. Julie lalu menceritakan akan kasih Tuhan dalam hidupnya kepada ibunya. Ibu dan anak ini akhirnya dapat bertemu dan bersatu di dalam kasih Tuhan. Mereka bersaksi di mana-mana tentang pengalaman hidupnya dan tentang kasih Kristus. Pengalaman hidup mereka kemudian ditulis dalam buku "The Missing Piece".

    Permulaan yang buruk tidak menentukan masa depan yang buruk.